9 ELEMEN JURNALISTIK
1. Kebenaran
Kebenaran dalam jurnalisme tidak bersifat
mutlak. Apa yang dianggap kebenaran senantiasa bisa direvisi. Contohnya :
polisi melacak dan menangkap tersangka berdasarkan kebenaran fungsional, hakim
menjalankan peradilan juga berdasarkan kebenaran fungsional dan seorang
terdakwa bisa dibebaskan karena tidak terbukti salah.
Hari pertama, seorang wartawan
memberitakan kecelakaan itu seputar di mana lokasinya, jam berapa kejadiannya,
apa jenis kendaraannya, berapa nomor polisi, dan bagaimana korbannya. Hari
kedua, berita itu mungkin ditanggapi oleh pihak lain, entah polisi, dan entah
keluarga korban. Hari ketiga, mengoreksi apa yang diberitakan.
Kebenaran dalam jurnalisme dibentuk hari
demi hari, lapisan demi lapisan. Ibarat stalagmit, tetes demi tetes kebenaran
itu membentuk stalagmit yang besar, makan waktu dan berproses.
Sampai detik ini pun, kebenaran yang
mungkin dibuka oleh media massa masih dibentuk hari demi hari, lapisan demi
lapisan. Tapi dari kebenaran yang berusaha dibentuk hari demi hari ini nantinya
akan membentuk sebuah bangunan kebenaran yang lebih lengkap dan terang
benderang.
Meskipun sejumlah pengamat dan sebagian
masyarakat Indonesia menyaksikan hal tersebut, setidaknya media massa terutama
wartawan yang berada di bawah sebuah lembaga berusaha menjalankan elemen
pertama jurnalisme ini.
2. Loyalitas
kepada Warga
Sejak era 1980-an banyak wartawan Amerika
yang berubah jadi orang bisnis. Sebuah survei mnemukan separuh wartawan Amerika
menghabiskan setidaknya sepertiga waktu mereka untuk urusan manajemen ketimbang
Jurnalisme. Ini memprihatikan karena wartawan punya tanggung jawab sosial yang
tak jarang bisa melangkahi kepentingan perusahaan tempat mereka bekerja.
Patut dikhawatirkan jika jumlah wartawan
yang mengurusi bisnis kian lama kian bertambah. Patut diingat juga bahwa bisnis
media berbeda dengan bisnis-bisnis lainnya. Sisi pertama adalah pembaca,
pemirsa, dan pendengar. Sisi kedua adalah pemasangan iklan. Sisi ketiga adalah
masyarakat.
Kebanyakan media termasuk televisi, radio
ataupun dotcom, memberikan berita secara gratis. Orang tak membayar
untuk menonton televisi, membaca internet, atau mendengarkan radio.
Namun, di sinilah sikap profesionalisme
pekerja jurnalistik berperan dalam menghadapi pihak pemilik media massa. Mereka
harus mampu memberikan argumentasi intelektual untuk mencegah campur tangan
secara sembrono kepentingan bisnis pemilik media massa.
Banyak jurnalis profesional di dalam media
mampu menyeimbangkan kepentingan para pembaca dan stake holder secara
keseluruhan sehingga intervensi itu tetap bisa dibatasi.
Kehadiran jurnalis profesional akan
memberikan pelajaran penting bagi pemilik media akan pentingnya independensi
dalam bekerja. Pelajaran ini pun sangat baik untuk jurnalis muda yang belum
mahir dalam mengelola idealisme dengan kepentingan bisnis dalam membuat
karya-karya jurnalisme.
3. Disiplin
dalam Melakukan Verifikasi
Elemen ketiga ini mutlak dimiliki wartawan
agar senantiasa disiplin dalam menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang
keliru, dan manipulasi guna mendapatkan informasi yang akurat.
Investigasi adalah suatu teknik pencarian
informasi sebanyak-banyaknya melalui upaya penyelidikan atau pemeriksaan yang
mendalam. Oleh karena itu, pekerjaan wartawan sering dikatakan “mendekati
pekerjaan intelijen atau detektif". Investigasi bertujuan untuk mencari
kebenaran atau menemukan fakta-fakta baru di lapangan berkaitan dengan kasus
lama tersebut.
Data-data yang terkumpul dari hasil
investigasi ini selanjutnya diolah dengan menggunakan metode penelitian
tertentu untuk diuji kebenarannya.
4. Independensi
Kovach dan Rosenstiel berpendapat bahwa
independensi sangat mutlak diperlukan. Karena itu, wartawan tidak boleh
mengungkapkan opininya dalam berita.
Pada dasarnya, sikap netral bukanlah
prinsip dasar Jurnalisme. Prinsipnya, wartawan harus bersikap independen
terhadap orang-orang yang mereka liput. Mereka harus tetap melakukan
verifikasi, mengapdi pada kepentingan masyarakat, dan memenuhi berbagai
ketentuan lain yang harus ditaati seorang wartawan.
Latar belakang etnik, agama, ideologi,
atau kelas yang ada pada diri wartawan dijadikan bahan informasi untuk liputan
mereka, bukan dijadikan alasan untuk medikte si wartawan.
Bersama wartawan dari berbagai latar
belakang akan menciptakan liputan yang lebih kaya, meski keberagaman ini tidak
bisa diperlakukan sebagai tujuan.
5. Memantau
Kekuasaan dan Menyambung Lidah Mereka yang Tertindas
Memantau kekuasaan bukan berarti melukai
mereka yang hidupnya nyaman, tetapi memantau kekuasaan dilakukan sebagai bentuk
upaya turut menegakkan demokrasi.
Salah satu konsekuensi dari investigasi
adalah kecenderungan media yang bersangkutan mengambil sikap terhadap isu yang
mendorong mereka melakukan investigasi. Bagaimanapun, kesalahan dalam
investigasi memiliki dampak yang sangat besar. Mungkin karena resiko ini,
banyak media besar serba tanggung dalam melakukan investigasi.
Banyak hambatan yang ditemui wartawan,
bahkan ancaman pembunuhan. Oleh karena itu, salah satu upaya wartawan dalam
investigasi adalah melakukan penyamaran.
6. Jurnalisme
Harus Menyediakan Forum bagi Kritik maupun Komentar dari Publik
Harus dipahami bahwa manusia secara alami
punya rasa ingin tahu. Ketika mereka bereaksi terhadap laporan-laporan itu maka
masyarakat pun dipenuhi dengan komentar, mungkin lewat program telopon di
radio, lewat talk show di televisi, opini pribadi, surat pembaca, ruang tamu
surat kabar, dan sebagainya.
Sekarang, teknologi modern membuat forum
ini lebih bertenaga, ada siaran langsung televisi atau chat room di internet.
7. Jurnalisme
Harus Memikat dan Relevan
Laporan yang memikat dianggap laporan yang
lucu, sensasional, menghibur, dan penuh tokoh selebritas. Sebaliknya laporan
yang lerevan dianggap kering, penuh angka-angka, dan membosankan, meski
bukti-buktinya cukup banyak.
Sebab menurut mereka, menulis narasi yang
dalam dan memikat butuh waktu lama.
8. Kewajiban
Wartawan Menjadikan Beritanya Proporsional dan Komprehensif
Kovach dan Rosenstiel mengatakan banyak
surat kabar yang menyajikan berita yang tidak proporsional, biasanya membuat
judul-judul yang sensional, dan penekanannya pada aspek yang emosional. Surat
kabar seperti ini seringkali tidak proporsional dalam pemberitaannya.
Berbeda dengan pemain gitar, dia datang ke
tempat umum dan bermain gitar. Mungkin awalnya hanya segelintir orang yang
memerhatikan permainan gitarnya, tapi sering upaya pemain gitar tersebut mau
mengingatkan kualitas permainan gitarnya dari hari ke hari, dapat dipastikan
makin banyak orang yang datang untuk mendengarkan.
9. Wartawan
Memiliki Kewajiban untuk Mendengarkan Suara Hati Nuraninya Sendiri
Dari ruang redaksi hingga ruang direksi,
semua wartawan seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggung
jawab sosial.
Menciptakan suasana ini tak mudah karena
berdasarkan kebutuhannya, ruang redaksi bukanlah tempat demokrasi. Ruang
redaksi bahkan punya kecenderungan menciptakan kediktatoran.
Memperbolehkan tiap individu wartawan untuk
myenyuarakan hati nuraninya pada dasarnya membuat urusan manajemen jadi lebih
kompleks. Mereka memang mengambil keputusan final, tapi mereka harus senantiasa
membuka diri agar tiap orang yang hendak memberi kritik atau komentar bisa
datang langsung mereka.
TEORI PERS
Istilah “pers” berasal dari Bahasa
Belanda. Dalam bahasa Inggris, pers disebut dengan press. Secara
harfiah, pers berarti cetak dan secara maknawiah, pers berarti penyiaran yang
tercetak atau publikasi yang dicetak (printed publication).
Dalam perkembangannya, pers mempunyai dua
pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pers dalam arti
sempit hanya sebatas pada media cetak yaitu surat kabar, majalah, tabloid, dan
buletin kantor berita. Sedangkan pers dalam arti luas, pers meliputi segala
penerbitan. Tak hanya media cetak, tapi juga termasuk media elektronik, yaitu
radio, televisi, dan internet (media online).
Pers adalah lembaga kemasyarakatan (social
institution). Sebagai lembaga kemasyarakatan, pers merupaka subsistem kemasyarakatan
tempat ia berada bersama-sama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian, pers
tidak hidup secara mandiri, tetapi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga
kemasyarakatan lainnya.
Mengapa radio, televisi, dan media online
masuk dalam lingkup pers? Sebab, ketiga media ini menyajikan berita untuk
memenuhi kebutuhan informasi khalayaknya. Tak heran, jika dalam jumpa pers
misalnya, yang meliput berita tak hanya wartawan dari media cetak, wartawan
dari media elektronik dan media onlie pun hadir untuk melakukan kegiatan
junalistiknya.
Surat kabar merupakan media massa tertua
di dunia, bhkan surat kabar telah ada jauh sebelum ditemukannya mesin cetak
oleh John Gutenberg pada tahun 1450 di Mainz, Jerman. Kala itu surat kabar
masih ditulis tangan.
Seirng dengan perkembangan teknologi
cetak, pers pun berubah menjadi sebuah industri yang menggiurkan, sehingga
masyarakat tak hanya mengenal surat kabar sebagai media cetak, tapi juga
majalah, tabloid, buletin hingga newsletter.
Makin beragamnya jenis media cetak,
memungkinkan media komunikasi satu ini tak hanya berusaha memenuhi kebutuhan
informasi aktual bagi khalayaknya, namun dapat menyajikan informasi yang
sifatnya segmented, artinya berorientasi pada bidang profesi atau
gaya hidup tertentu, seperti ekonomi, keuangan, tenaga kerja, peluang usaha,
kesehatan, ibu dan anak, dan masih banyak lagi.
Intinya, pers sebagai sarana atau medium
dalam menyajikan sekaligus menyebarluaskan hasil kegiatan jurnalistik memiliki
ciri khas yang tidak dijumpai pada media komunikasi lainnya.